09 Januari 2009

Ada Dimana SURGA DAN NERAKA itu?

“anal jannatu wa nara katannalr al anna”, sering digunakan oleh Syekh Siti Jenar dalam menjelaskan hakikat surga dan neraka. Penulisan yg benar nampaknya adalah “inna al-janatu wa al-naru qath’un ‘an al-ana” (Sesungguhnya keberadaan surga dan neraka itu telah nyata adanya sejak sekarang atau di dunia ini).
Sesungguhnya, menurut ajaran Islam pun, surga dan neraka itu tidaklah kekal. Yang menganggap kekal surga dan neraka itu adalah kalangan awam. Sesungguhnya mereka berdua wajib rusak dan binasa.
Bagi Syekh Siti Jenar, surga atau neraka bukanlah tempat tertentu untuk memberikan pembalasan baik dan buruknya manusia. Surga neraka adalah perasaan roh di dunia, sebagai akibat dari keadaan dirinya yg belum dapat menyatu-tunggal dgn Allah. Sebab bagi manusia yg sudah memiliki ilmu kasampurnan, jelas bahwa ketika mengalami kematian dan melalui pintunya, ia kembali kepada Hidup Yang Agung, hidup yang tan kena kinaya ngapa (hidup sempurna abadi sebagai Sang Hidup). Yaitu sebagai puncak cita-cita dan tujuan manusia.
Jadi, karena surga dan neraka itu ternyata juga makhluk, maka surga dan neraka tidaklah kekal, dan juga bukanlah tempat kembalinya manusia yang sesungguhnya. Sebab tidak mungkin makhluk akan kembali kepada makhluk, kecuali karena keadaan yang belum sempurna hidupnya. Oleh al-Qur’an sudah ditegaskan bahwa tempat kembalinya manusia hanya Allah, yang tidak lain adalah proses kemanunggalan ……ilaihi raji’un, ilaihi al-mashir………

--------------
Dalam pandangan KS. Kali jaga atau MKG
Surga dan neraka dianggap sebagai klilip, debu atau pasir yang ada dimata.. Bisa mengganggu jalan spiritual untuk menuju pada Allah.
Bagi MKG Motifasi untuk berjumpa dengan tuhannya jauh lebih besar dari iming-iming Surga dan Neraka.

" Tuggal Sira klawan Allah, uga donya uga akir, ya rumangsa pangeran, ya Allah ana nireki "
" Engkau menyatu dengan Allah baik di dunia maupun diakherat, engkau harus merasa bahwa Allah ada dalam dirimu "

Kadang saya merasa lucu kalau ada orang beramal/Ibadah dengan mengharapkan surga jika seperti lagunya Dewa gimana.. "jika surga den neraka tak pernah ada.." he he..

Bagi MKG berjumpa dengan sang Pencipta di akhirat itulah Surga yang sejati baginya.

Mohon maaf bila ada kesalahan..

--------------
Surga dan neraka…

Satu lagi pandangan para pecinta mengenai ini.
Surga dan neraka jadi bisa dikatakan sebagai kondisi kejiwaan/ perasaan yang dialami oleh Ruh bahkan pada saat didunia ini.

Jaman sekarang ini yang kita lihat apa bukan neraka??? anak bunuh bapak, pacar bunuh pacar, yang kaya mentereng diatas bangunan mewah – tetangganya makan sehari aja belom tentu kecukupan….
Begitu pula pada kondisi dimana orang masing2 merasa benar sendiri walaupun dia hafal puluhan kitab suci, setelah merasa benar sendiri (bukankah iblis terusir karena ia merasa lebih benar/agung dari Adam) maka mereka menghalalkan darah orang yang “menurut dia salah”….
Ruh kita pasti dapat merasakan pedihnya neraka yang nyata seperti ini..
Namun seperti mas Gen13th bilang, jalannya masing2, ada yang memperoleh pencerahan / pensucian dari pensaksian dan ujian akan penderitaan hidup tersebut (seperti Nabi Ayub, Sidarta Gautama, dsb). Jadi api neraka yang nyata ini fungsinya sebagai pencuci / penggodok bagi bangkitnya kesadaran Ruhani. Seperti emas yang di garang agar menjadi emas murni…..
Namun adapula bagi orang2 yang terikat dengan duniawi ini seperti cintanya pada harta , anak , tahta, istri2nya… dan juga kecintaan pada tubuhnya sendiri. Pada kondisi dimana ia mati dan tubuhnya berangkat membusuk sedangkan Mind/Jiwa-nya tak dapat melepaskan dari kecintaan terhadap dunianya dan juga dari kesadaran Ragawi semata. Ini pula dapat dikatakan sebagai neraka siksa kubur, yaitu Jiwa/pikiran yang terperangkap dalam tubuh yang membusuk, sedangkan semasa hidupnya ia tidak pernah melatih kesadaran Ruhaninya/ Jiwanya untuk melepaskan diri dari keterikatan terhadap tubuhnya dan dunia ini dan tidak pernah mencari jalan untuk kembali kepada Rumah sejatinya yaitu bersama Allah Ta’ala.

Sedangkan surga ialah kondisi kejiwaan yang dialami oleh Ruh dimana kita dapat membebaskan diri dari keterbatasan kita pada alam duniawi ini (bukannya berarti bunuh diri mati ya) , dari segala keterbatasan2 yang mengikat diri pada materi… Surga seperti kondisi kejiwaan yang berada dalam keadaan Qana’ah/ Puas/ Senantiasa merasa Berkecukupan walaupun dari segi materi / duniawi belum tentu…
Bukankah orang2 yang merasa puas dan berkecukupan seperti ini adalah orang yang paling kaya? Mereka sudah tidak butuh apa2 lagi selain butuh belaian Kasih Allah. Sehingga dengan merasa puas / Qana’ah tersebut mereka juga senantiasa menebarkan kasihnya melalui pemberian materi ataupun perbuatan2 bijak kepada mereka yang membutuhkannya.
Inilah keadaan damainya Hati sebagaimana keindahan taman yang di aliri oleh sungai2 Rahmat dan Rizki (Madu/susu)…

“Urip mung mampir ngombe,” tegas nenek saya. Hidup itu cuma bersinggah untuk minum.
Mari sini, teman-teman yang baik, mari sini. Sembari mengukur jalan ini, membuang kembali ingatan ke masa kecil, yang kata orang, masa paling indah. Ingatkah ruang itu, ketika kita menyusuri kebun tebu dan melempari danau bersama kawan-kawan sebaya, tanpa tuntutan, tanpa prasyarat? Dan jejak-jejak gairah itu, luka itu, rasanya baru kemarin, bukankah demikian?
Dan sungguh, waktu meluncur begitu cepat. Hal-hal yang tak terbayangkan di masa kecil, kini kita hadapi. Maka sampailah kita di sini, para penyusur jalanan dan gedung-gedung kota yang suram. Pergi pagi pulang petang. Lalu untuk apa? Mengisi lambung yang hanya seukuran setengah bantal ini? Menunggu maut?



CHAPTER 1
Bersama Tuhan
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi”. (QS [7]:172)

Tentang apakah ayat ini berkisah? Siapakah itu jiwa-jiwa keturunan Adam, yang berhadap-hadapan dengan Allah Yang Maha Tinggi itu, teguh bersaksi tiada ragu “Betul, kami menjadi saksi”?
Kita, teman-teman yang baik. Itu kita. Saya, anda, masing-masing, semuanya! Jiwa yang ada di sana itu, adalah juga yang ada di sini. Sosok yang bercakap-cakap dengan Sang Raja Diraja Semesta Raya itu, adalah juga sosok yang ini. Bukan siapa-siapa, bukan para tokoh di dongeng dan kisah pahlawan, tapi kita.
Kita adalah saksi tentang keesaan Tuhan, bukankah demikian? Kita lah, makhluk mulia yang diciptakan dengan sebaik-baiknya ini, yang akan angkat suara atas segala keraguan tentang keberadaan Tuhan. Karena bukankah kita telah melihat Dia, teman-teman yang baik? Berbicara dengan-Nya? Kita lah yang paham benar, kita yang tahu. Siapapun itu: presiden dan tukang cukur, guru dan para murid, sarjana dan kaum awam, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, tak satu pun terkecuali. Kita berasal dari sana, kita semua bersaksi, dan akan dituntut tentang persaksian itu.
… agar di hari kiamat engkau tak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini.” (QS [7]:172)
Akan tetapi, lihatlah diri ini kini. Ingatkah kita tentang semua kejadian itu? Ingatkah kita akan sosok “wajah” yang kepada-Nya kita menghadap dahulu?
Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya… (QS [36]:78)
Kebanyakan kita, tak sedikit pun mampu mengingatnya. Mengapa? Coba kita teruskan, barang sebentar.
CHAPTER 2
Di Dalam Rahim
Di rahim ibu, lumbung kokoh nan penuh kasih sayang, sebuah “kendaraan” pun hati-hati disiapkan, ditumbuhkan dari segumpal tanah.
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya. (QS [71]:17)
Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. (QS [39]:6)
Empat bulan lamanya (atau 120 hari, atau 3 kali 40 hari) adalah usia janin ketika terjadi apa yang di dunia kedokteran disebut sebagai quickening, ketika sang ibu mulai merasakan gerak-gerik yang kuat di rahimnya, ketika seluruh bagian tubuh mengalami perkembangan cepat — yang oleh sebagian tafsir disebut sebagai saat ketika jiwa dan ruh mulai ditiupkan.

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya… (QS [32]:9)
Dia-lah yang menciptakan kamu dari turaab, kemudian dari nuthfah, sesudah itu dari ‘alaqah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak… (QS [40]:67)
Jiwa anak-anak adalah jiwa yang bersih nan suci, begitu kata Rasulullah s.a.w.
Lihatlah bayi-bayi itu, teman-teman yang baik. Mereka tersenyum kepada setiap orang, walau tetap sensitif pada setiap bersitan niat buruk yang hadir, bukankah begitu? Mereka bercakap-cakap dengan hewan dan tumbuhan, bahkan bercanda memandang ke arah sesuatu yang kita tak mampu melihatnya. Mereka menyentuh sana dan sini, memasukkan apa saja ke mulutnya, belajar tentang dunia barunya, dunia yang asing yang kini musti dijalani, bumi beserta seluruh penghuninya, juga tubuh — kendaraan barunya ini, yang memungkinkannya merambah belantara, samudra dan angkasa, di sini.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menjadi abdi-Ku. (QS [51]:56)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” (QS [2]:30)
Dan babak baru pun dimulai…
CHAPTER 3
Dunia, Tempat Persinggahan
Tubuh, kata Al-Ghazali, adalah kendaraan bagi jiwa, kendaraan kita. Tubuh dengan kepala dan kaki, tangan dan punggung yang kita sentuh ini, adalah bak kereta kuda bagi kita kusirnya, sang pengendali kuda. Namun semenjak hari pertama itu pun, kita menumbuhkan “aku” yang lain, egoisme, dan melakukan apa saja demi keakuan yang baru ini. Kita bercermin, dan menyangka bayangan itulah diri kita. Kita mengambil foto dan meyakinkan semua orang, lihatlah diriku, betapa ayu dan gagah sungguh.
Teman-teman yang baik, adakah sama, kusir dengan keretanya? Adakah sama, “aku” dengan “tubuhku”? Pernahkah kita bertanya, di manakah diri kita yang sebenarnya, kini? Di manakah kita yang dulu berhadap-hadapan dengan Sang Penguasa Semesta? Kapan terakhir kita sanggup melihat-Nya?
Dan keserakahan, hawa nafsu, syahwat pun kian mewabah. Sang bayi yang telah tumbuh besar itu pun kini tak lagi mudah tersenyum pada orang-orang, atau berbicara pada pohon dan kupu-kupu. Kita jadi mudah marah, dan merasa diri telah bersikap tegas. Kita mengurangi timbangan pelanggan dan karyawan, dan merasa diri telah melakukan hal yang cerdik. Kita pergi haji, dan merasa lengkaplah sudah satu set kapling di dunia dan villa di surga. Padahal kepada Tuhan dan kisah para nabi, diam-diam kita menepisnya “Dongengan jaman dulu! Berbicara dengan Tuhan? Ah, hari gini?”, sembari mengangkat cawan selamat hari raya, demi koneksi dan relasi.
… seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. (QS [59]:19)
Teman-teman yang baik, jiwa ini telah lumpuh! Digerogoti oleh prahara dosa, nafsu dan amarah. Lumpuh, dalam arti sebenarnya, pingsan dan tak sadarkan diri, tak bisa bangkit, terpuruk!

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS [91]:10)
Maka siapakah kini yang tengah berjalan-jalan ini?
Teman-teman yang baik, kereta kuda itu telah melalang buana tanpa kendali, pergi kemanapun yang disuka: kepada harta, kekuasaan, dan senggama. Terbangun di pagi hari, sampai terkulai di malam hari, tubuh kita menjalankan berbagai hal, tanpa tahu untuk apa semua itu.
Mari pikirkan baik-baik persaksian itu. Adakah tubuh ini turut bersaksi di sana?
Tentu tidak! Tubuh terbentuk di dalam rahim, dan tak tahu menahu tentang persaksian yang kita alami. Tubuh tak punya “acara” di bumi ini, selain sebagai kendaraan bagi jiwa, bagi kita. Tubuh tak peduli soal kita yang musti menjadi abdi-Nya, yang musti menjadi wakil-Nya, khalifah-Nya di muka bumi. Teman-teman yang baik, kita lah yang merekam peristiwa persaksian itu, tubuh tak ingat apa-apa. Hati yang bersih yang akan sanggup mengingatnya, otak tak tahu apa-apa. Tubuh tak ada di sana! Namun bila bahkan jiwa dan hati ini tak mengingat apapun… wahai, tidakkah itu berarti jiwa ini tengah sekarat, teman-teman yang baik?
Tanpa sang kusir, bukankah tubuh akan bak kereta kuda yang pergi kemana pun yang disuka, melakukan apapun yang dimauinya?
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya… Mereka itu tak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya. (QS [25]:43-44)
Dan hal ini pun berlangsung, sampai senja menyadarkan kita… tatkala jiwa dilepaskan, dicabut dari tubuhnya, maka kita akan paham. Kita akan tahu, teman-teman yang baik, kita akan melihat semuanya!
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (QS [50]:22)
dan CHAPTER 4, 5…
Dan chapter 4 adalah sebuah perjalanan di alam yang berbeda, alam barzakh. Sebuah kehidupan yang jauh lebih panjang, jauuuuhh lebih lama dari yang kita jalani di dunia sekarang ini. Sebuah masa yang berawal ketika jiwa dan ruh “dicabut” dari tubuh, ketika tubuh menyelesaikan tugasnya dan kembali ke tanah dan kita (jiwa) meneruskan perjalanannya, dan berakhir tatkala sangkakala mulai ditiup, yang menandai awal dari qiyamah ketika semesta raya ditutup dan seluruh makhluk dikumpulkan di sebuah padang, Chapter akhir dari kehidupan.
Maka, bila kita (jiwa ini) dalam keadaan lumpuh, bagaimana kita akan melanjutkan perjalanan yang jauh nan panjang nanti?
Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan. (QS [17]:72)
Teman-teman yang baik, kita masing-masing di sini, di tempat persinggahan ini, ditugaskan untuk mengambil sesuatu, dan kita diberi fasilitas yang berbeda-beda.
Tiap-tiap diri dimudahkan sesuai dengan untuk apa ia diciptakan. (Rasulullah SAW — HR Bukhari)
Dan Al Quran adalah sebuah peta rahasia, yang menceritakan tentang seluruh alam ini, kehidupan ini, apa yang akan dihadapi, dan bagaimana melewatinya dengan baik, dari awal sampai akhir, bukankah begitu? Al Quran pada dasarnya berkisah tentang diri kita, ketika berbicara tentang orang-orang kafir dan para pencinta dunia. Al Quran menunjuk diri kita, ketika berbicara tentang penyembah berhala yang menuhankan hawa nafsunya. Al Quran tidak menunjuk siapa-siapa, ketika berkisah tentang Bani Israil. Kita, teman-teman yang baik. Kita yang ditunjuk.
* * * *
Semoga sebuah kehendak yang sungguh-sungguh untuk kembali… barangkali itu sebuah awal yang baik.
Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (QS [7]:23)
Allah menarik orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada-Nya orang yang kembali. (QS [42]:13)
Kembali, teman-teman yang baik. Dan jika kita kembali berjalan menuju-Nya, Dia akan berlari menjemput. Itu pasti. Insya Allah.

Cahaya tak Memiliki Usia

Ada satu benda di dunia ini, yang sudah ada semenjak alam semesta lahir, tapi tidak pernah merayakan hari kelahriannya alias tak berumur. Itulah foton, atau partikel cahaya. Tapi, bagaimana mungkin? Mari kita telaah dengan teori relativitas khusus Einstein.
Begitu mendengar teori relativitas khusus, ingatan kita spontan menuju konstanta kecepatan cahaya, kecepatan tercepat yang ada di jagad raya ini. Relativitas khusus mengatakan, ruang dan waktu, oleh Newtonian dianggap terpisah dan bernilai absolut, menyesuaikan diri mereka demi menjaga konstanitas kecepatan cahaya yang bernilai 3x108 meter/detik tersebut. Dengan kata lain, dimensi waktu akan melambat atau mencepat, dan dimensi ruang akan memanjang atau memendek, sehingga kecepatan foton selalu bernilai sama.
Konsep ini disimpulkan dengan satu kalimat, ?Benda bergerak akan merasakan waktu melambat dan ruang memendek.?
Konsep ini tidaklah sederhana, saat Einstein mempostulatkannya pada tahun 1905. Diperlukan puluhan tahun bagi para fisikawan untuk benar-benar bisa mengerti teori tersebut.
Sekarang mari kita ulangi percobaan fantasi yang pernah Einstein lakukan untuk memahami bagaimana waktu melambat dan ruang memendek.
Bagaimana waktu melambat?
Bayangkan kita memiliki dua buah jam-foton seperti pada Gambar 1. Kerja jam-foton tersebut adalah sebagai berikut: sebuah foton terperangkap dalam dua buah cermin (yang merefleksikan 100ahaya yang datang). Foton ini akan bergerak maju-mundur membentur dua cermin tersebut. Kedua cermin ini kita lengkapi dengan sepesial detektor yang akan berbunyi ?tik? setiap kali foton menyentuh permukaannya.
Kecepatan cahaya 3x108 meter/detik berarti cahaya akan menempuh jarak sejauh 3x108 meter dalam satu detik. Jika dua cermin tadi terpisah sejauh 30 meter (d = 30 meter), maka total foton menabrak dua cermin tersebut adalah 107 kali tik. Dengan kata lain, setiap kali detektor kita berbunyi 107 tik berarti itu sama dengan satu detik.
Satu jam-foton berdiri diam di atas Bumi, sementara yang lain kita beri kecepatan v pada sumbu-x. Foton pada jam-foton yang diam (kita sebut foton #1) harus bergerak 30 meter untuk bisa menghasilkan 1 tik. Tapi foton pada jam-foton yang bergerak (foton #2) harus begerak sejauh d?, yang dari Gambar 2 bisa kita lihat lebih panjang daripada d.
Akibatnya, saat foton #1 sudah membuat 107 tik, foton #2 masih berjuang untuk menghasilkan tik yang sama. Saat foton #2 berhasil menghasilkan 107 tik, foton #1 sudah memulai perjalanan untuk menghasilkan 107 tik kedua. Artinya, benda yang bergerak akan merasakan waktu 1 detik lebih lama (waktu melambat) daripada saat dia diam.
Bagaimana ruang memendek?
Bayangkan kita punya sebuah mobil yang panjangnya diukur saat diam adalah 5 meter. Tugas kita sekarang adalah mengukur panjang mobil ini saat berjalan, sementara kita tetap diam di atas Bumi. Tentu kita tidak mengukur dengan meteran seperti yang kita lakukan saat mobil diam.
Cara yang terbaik adalah memakai stopwatch. Hidupkan stopwatch ketika ujung depan mobil menyentuh sebuah garis acuan dan matikan saat ujung belakangnya melewati garis itu.
Jika kita bisa melakukan dengan akurat, maka waktu yang ditunjukkan stopwatch (t) berbanding lurus dengan panjang mobil (L), yaitu L = v*t, dengan v adalah kecepatan mobil tersebut. Panjang mobil saat jalan bisa didapat dengan mudah karena kita punya data v dan t.
Kalau percobaan itu dilakukan beberapa kali dengan meningkatkan kecepatan mobil, akan diperoleh hasil, semakin cepat pergerakan mobil maka semakin pendek panjang mobil. Kenapa demikian?
Dengan pemahaman waktu melambat di atas, hal ini lebih mudah dimengerti. Mobil yang berjalan akan mengalami perlambatan waktu. Semakin cepat dia bergerak, semakin lambat waktu yang dia rasakan, sehingga waktu yang diukur stopwatch semakin kecil. Dengan demikian, sesuai dengan L = v*t, panjang mobilpun semakin memendek.
Pergerakan dalam 4-Dimensi
Sejauh ini kesimpulan dari percobaan fantasi kita adalah semakin cepat benda bergerak, semakin melambat waktunya, dan semakin memendek ruangnya. Sekarang kita kembangkan kesimpulan itu untuk masuk dalam konsep ruang-waktu teori relativitas khusus.
Kita hidup dalam 4-dimensi, 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Keempat dimensi ini dibutuhkan untuk memberikan koordinat lengkap sebuah objek di alam semesta ini. Misalnya saat menggambarkan keberadaan seseorang di Lantai 4 Gedung PAU di Jln. Ganesha 10 (untuk menggambarkan 3 dimensi ruang), kita masih harus menyatakan pada pukul berapa orang itu ada di sana.
Sebuah objek sebenarnya bergerak di 4 dimensi ini. Sebuah mobil yang diam, tetap bergerak di dimensi waktu. Saat mobil ini dijalankan, maka pergerakannya di dimensi waktu ?harus dibagi? dengan pergerakan di dimensi ruang. Sehingga pergerakan di dimensi waktu berkurang: waktu melambat karena pergerakan benda di dimensi ruang, persis seperti yang kita buktikan percobaan jam-foton.
Logika tersebut mengantarkan kita pada pemikiran, untuk mencapai pergerakan maksimum di dimensi ruang maka pergerakan di dimensi waktu harus nol. Pada kondisi inilah kecepatan benda menempuh dimensi ruang bisa maksimal.
Dan sesuai dengan teori relativitas khusus, bahwa kecepatan maksimal adalah kecepatan cahaya, segera kita sadari bahwa cahaya sama sekali tidak bergerak pada dimensi waktu. Dengan kata lain, foton tidak berumur . Foton yang dihasilkan semenjak alam semesta terbentuk sampai sekarang umurnya sama!
Bisa melewati kecepatan cahaya?
Ini terkait dengan salah satu formula teori relativitas khusus yang sangat terkenal: E=mc2, di mana E adalah energi, m adalah massa, dan c adalah konstanta kecepatan cahaya.
Formula tersebut menjelaskan relasi langsung antara energi-massa (konservasi energi-massa). Sebuah objek dengan massa m bisa menghasilkan energi E sebesar mc2 ? dan karena c sebuah konstanta yang besar, massa yang kecil tetap akan menghasilkan energi yang besar. Bayangkan, Hiroshima tahun 1945 hancur akibat energi yang dihasilkan 1ari 2 pounds Uranium.
Di sisi lain, formula ini memainkan peranan penting dalam pergerakan objek dalam 4-dimensi. Benda yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin tinggi kecepatannya semakin besar energinya.
Saat kita paksa partikel muon mencapai kecepatan 99,9ecepatan cahaya, muon memiliki energi yang besar. Karena konservasi energi-massa, energi tadi meningkatkan massa muon 22 kali lebih massif daripada massa-diamnya (0.11 MeV).
Tentu saja semakin masif (pejal) benda, semakin susah untuk bergerak cepat. Ketika kecepatannya dinaikkan menjadi 99,999ecepatan cahaya, massanya bertambah 70.000 kali! Muon semakin masif dan semakin cenderung untuk tidak bergerak. Sehingga dibutuhkan energi yang tak berhingga untuk melewati kecepatan cahaya ? jumlah energi yang tidak mungkin.

05 Januari 2009

Dimensi ke 4 sampai ke 10

"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui."(QS.Al An'am:103)
Atas, bawah, kanan, kiri, depan, dan belakang. Itulah keseharian dunia
yang melingkupi kita. Dunia yang dibangun berdasar asas 3 Dimensi.
Ditambah dengan koordinat waktu maka genap mejadi 4+D. Semenjak lahir otak
telah dibiasakan menangkap realitar sekitar sebagai struktur dengan tiga
sumbu, x, y, dan z. Melambangkan panjang, lebar, dan kedalaman.
Semenjak keluar dari rahim ibu mata kita yang memiliki 6 juta sel kerucut
untuk penglihatan siang, dan 120 juta sel batang untuk penglihatan malam,
terpesona hanya pada radiasi dengan panjang gelombang 397 nm sampai 723
nm. Panjang gelombang yang diidentifikasi otak sebagai cahaya tampak.
Kurang atau lebih dari panjang gelombang tersebut tak ada yang terlihat,
kosong. Padahal ultra ungu sampai sinar gamma (< 397 nm) eksis, demikian
juga ultra merah sampai gelombang radio panjang (> 723). Itu pun panjang
gelombang yang sangat mampu dideteksi dengan tingkat teknologi saat ini.
Intinya, mudah benar mata, panca indera, otak kita melaporkan sesuatu itu
tak ada. Padahal sebenarnya ada.
Sebagian besar kita, atau semua orang, amat sulit membayangkan dunia
dengan lebih dari tiga dimensi. Pada saat bersamaan, tidak mungkin pula,
orang – orang terdidik menolak fakta adanya penampakan diluar panjang
gelombang cahaya tampak. Bagaimana memaksa akal menangkap realita yang
pancaindera tak mampu menangkapnya ? Bagaimana akal membayangkan sesuatu
yang tak terjangkau oleh ide, tak ada rekaman pengalaman yang
menyerupainya ?
Saat ini keyakinan dunia dimensi banyak (lebih dari 3) sudah melampaui
wilayah fiksi ilmiah. Kalangan ilmuwan fisika, matematika, dan pemodelan
komputer struktur kompleks telah sampai pada kesimpulan bahwa dunia
berdimensi banyak itu nyata keberadaannya.
Diawali oleh teori String, menjelaskan bahwa dimensi extra ada, nyatanya
persamaan matematik teori superstring memerlukan semesta dengan jumlah
dimensi tidak kurang dari 10 Dimensi.
Meski kalangan fisikawan bekerja siang malam menjelaskan seperti apa
sebenarnya dunia berdimensi 10, tetap saja terdapat kesulitan besar
bagaimana memaksa pikiran sadar manusia menangkap gambarannya atau
memvisualkannya. Mereka bahkan hampir pada satu kesimpulan mungkin sampai
kapanpun tanpa upaya dari penghuni dimesi extra mentransfer pengalaman
visual mereka atau peningkatan berlipat kemampuan panca indera, melihat
alam berdimensi extra tidak mungkin terwujud.
Berawal dari titik
Satu titik sederhana dalam ruang kosong disebut Dimensi-0. dari satu titik
ini dapat dibuat titik berikutnya dan jika berhubungan dan segaris
membentuk garis maka didapat objek 1 dimensi. Dimensi yang memiliki gerak
kanan/kiri atau atas/bawah. Jika ditambahkan garis lainnya dengan masing –
masing ujung saling berhubungan, terbentuklah objek 2 dimensi. Segi empat
atau bujur sangkar mewakili objek ini. Dan beberapa bujur sangkar, bila
masing – masing sisinya dihubungkan terbentuklah objek bujur sangkar 3
dimensi.
Dengan demikian, alam dimensi lebih banyak akan punya kemampuan mendeteksi
dimensi yang lebih sedikit. Sebaliknya dunia berdimensi 2D punya kesulitan
melihat dimensi 3D. 2D hanya mampu menangkap sosok 3D sebagai benda yang
punya panjang dan lebar, tetapi tidak dapat melihat bahkan mungkin
mengerti koordinat 3D yang melambangkan kedalaman.
Manusia yang hidup di dimensi 3D sebenarnya berkemampuan mendeteksi dunia
4D walaupun dengan cara pandang yang keliru. Sekilas pancaindera dan akal
kita melihatnya tetap sebagai objek 3D, sisi dimensi keempatnya luput dari
pengamatan.
Bagaimana membayangkan objek kubus 3D menjadi kubus 4D. Kelebihan 3D di
banding 2D ialah memiliki koordinat kedalaman di samping panjang dan
lebar. Kondisi inin bisa jadi sama untuk objek 4D. Ada tambahan koordinat
gerak lainnya, koordiant keempat. Dengan membuat lembaran kubus kedua
kemudian menghubungkan setiap sudut kubus tersebut maka terbentuklah objek
4D, dengan sebutan hypercube.
Bila kita berada dalam alam 4D, kemungkinan gerak masih dimungkinkan ke
atas/bawah, kanan/kiri, depan/belakang, dan tambahan kemampuan gerak
keempat. Apa itu kemampuan gerak ke empat ? Apakah terakit dengan waktu
yang didunia 3D bergerak maju, sedang di dimensi 4D tidak ? Sulit
membayangkannya selagi belum ada pengalaman maupun data.
Ilmu pengetahuan yang berkembang saaat ini memberikan celah memahami dunia
berdimensi banyak. Kemunculan teori fisika superstring, rupa – rupa bentuk
geometri platonic, nada – nada oktav music, getaran warna pelangi,
seluruhnya melengkapi akal sehat untuk memahami dunia berdimensi banyak.
Teori Superstring berdalil, seluruh materi di semesta ini dihubungkan
dengan miniscule yang tak hingga, menggetarkann “dawai” (string) dengan
energi yang hingga saat ini belum terungkap, bolak balik membentuk spiral
dari satu titik. Semua dawai bergetar pada jarak yang sama, bolak – balik
kembali pada titik awal. Banyaknya dawai yang berhubungan dan bersilangan
di titik simpul tertentu menentukan banyaknya energi. Dua dawai bekerja
bersama – sama memiliki energi yang lebih besar daripada satu dawai.
Jika semua simpul dihubungkan, maka akan didapat objek 3D, tetapi bukan
sembarang 3D biasa. Dengan garis – garis yang memiliki panjang yang sama,
sudut yang sama, membentuk objek yang pas. Dikenal hanya ada lima yang pas
dengan kriteria ini. Octahedron, Tetrahedron, Cube, Dodecahedron, dan
Icosahedron.
Karay perdana yang mencoba menjelaskan konsep dimensi extra ini muncul
tahun 1884 dengan dipublikasikannya novel karya Edwin A. Abbott’s,
Flat-land: A Romance of Many Dimensions.
Kisahnya tentang upaya “segi empat” untuk menapaki dunia 3D. Sang tokoh
berteman dengan kubus yang dengan bersemangat menceritakan dunianya dengan
kebebasan gerak atas/bawah, kanan/kiri, depan/belakang. Sayang segi empat
tak juga dapat memahaminya. Saat segi empat hendak beranjak dari dunia
datar ke dunia ruang 3D, kubus melihat temannya makin lama makin memendek
sampai akhirnya lenyap. Segi empat tak pernah bisa memaklumi dunia kubus
kecuali, dia mengubah diri menjadi kubus pula.
Dimensi Para Malaikat
Tahun 1919, matematikawan Polandia Theodor Kaluza mengusulkan bahwa dengan
adanya dimensi 4 maka mendorong terhubungkannya teori relativitas umum dan
elektro magnetik. Ide ini kemudian disempurnakan oleh matematikawan
Swedia, Oskar Klein., ruang tetap dalam dimensi mengembang maupun dimensi
menggulung. Dimensi mengembang adalah tiga bagian dimensi yang kita kenal,
dan dimensi menggulung ada di dalamnya dan dapat dibayangkan keberadaannya
sebagai satu lingkaran.
Hasil percobaan membuktikan ramalan Kaluza-Klein gagal menyatukan teori
relativitas dan elektromagnetik. Akan tetapi beberapa dekade kemudian
kemunculan teori superstring sangat terbantu dengan ide mereka bahkan amat
bergantung padanya.
Matematika digunakan dalam Superstring Theory dan memerlukan sedikitnya 10
dimesi. Akhirnya persamaan matematik superstring theory mulai
memperlihatkan hasil, berhasil menyatukan formula relativitas umum dengan
mekanika kuantum, menjelaskan kondisi partikel, gaya gabungan, dan
seterusnya.
Kaluza-Klein hanya memiliki 6 dimensi. Darimana superstring theory
memperoleh sisa dimensi yang dibutuhkan ?
Sebelum superstring theory muncul , dua matematikawan, Eugenio Calabi dari
University of Pennsylvania dan Shing Tung Yau dari Harvard University,
menjelaskan potongan geometrik yang membuat superstring theory amat
terbantu. Jika bidang menggulung dari bentuk Calabi-Yau dipakai maka
didapat 10 dimensi : 3 bagian ruang, tambah enam kepunyaan Calabi-Yau, dan
ditambah satu dimensi waktu.
Apabila teori superstring memang terbukti benar, gambaran dunia berdimensi
10 membutuhkan kesadara super untuk memahaminya. Akankah gambaran visual
dunia 10 dimensi ini mampu dicerna akal manusia ? Sepertinya akan sulit
kecuali makhluk dari dimensi 4 mengajak kita melompati dunia 3D, memasuki
dunia mereka guna menyaksikan sendiri pemandangan dunia mereka.
Kian hari kalangan astronom, fisika, dan matematik mesti terus menambah
konstanta dalam formulasi rumus mereka yang di luar jangkauan indera.
Energi gelap, anti materi, dan sejenisnya bermunculan guna menyeimbangkan
hitungan matematika pola semesta.
Sedemikian rupa sehingga muncullah asumsi bahwa dunia ini memang memiliki
banyak wajah, dunia paralel. David Deutsch, peneliti di the Departement of
Astrophysics, Oxford, dan professor di the University of Texas, mengatakan
:”Saya kira tepat untuk mengatakan ada begitu banyak, mungkin tak
terbatas, jumlah alam semesta. Banyak di antaranya berbeda dengan dunia
kita, tetapi sebagian mereka berbeda hanya beberapa menit, bahkan ada yang
amat identik.”
Dunia iptek kini makin dekat dengan persentuhan dunia gaib yang selama ini
milik para Nabi dan tercatat dalam wahyu ilahi saja.
Andaikan malaikat – termasuk juga jin – merupakan penghuni dimensi ke
empat atau mungkin dimensi 10 maka menjadi masuk akal mengapa tak seorang
pun, dengan kemampuan visual sekelas manusia, dapat menjangkaunya. Allah
SWT menciptakan malaikat dari cahaya dan jin dari api. Material dari
dimensi ekstra ? Sedangkan manusia terbuat dari saripati tanah, material
khas dunia 3D.
Teori Segalanya, Pengejaran Panjang Sebuah Mimpi
Febdian Rusydi (Rijkuniversiteit Groningen)
PERNAHKAH Anda membayangkan satu kota memiliki dua aturan yang sama sekali berbeda? Tentu akan terjadi kekacauan dan kerancuan. Tapi percayakah Anda, itulah yang terjadi pada alam semesta kita. Ada dua aturan sangat berbeda untuk menjelaskan fenomena dalam alam semesta kita? Aturan itu adalah Teori Relativitas Umum Einstein dan Mekanika Kuantum.
Teori Relativitas Umum menggambarkan alam semesta sebagai hubungan antara materi dan geometri ruang-waktu (spacetime). Materi membuat ruang-waktu melengkung (curved), dan ruang-waktu membuat materi bergerak (motion). Kombinasi geometri-materi inilah yang kita rasakan sebagai gravitasi. Teori Relativitas Umum menjelaskan interaksi pada skala makro atau tingkat kasat mata, misalnya peredaran planet, bintang, dan galaksi
Ketika kita mencoba memahami alam semesta pada ukuran mikro atau tingkat partikel, maka kita harus memakai Mekanika Kuantum. Mekanika Kuantum mendeskripsikan alam semesta sebagai superposisi dari berbagai kemungkinan. Beberapa aturan umum pada skala makro dilanggar, seperti atas-bawah, simetri kanan-kiri, dan bahkan waktu sebelum atau sesudah.
Masalahnya adalah kenapa harus ada dua aturan? Kenapa materi pada skala mikro berperilaku berbeda dengan materi pada skala makro? Walau demikian, berbeda dengan contoh kota yang kacau karena memiliki dua aturan berbeda, alam semesta tetap harmonis. Atas dasar pemikiran itulah, orang berpikir seharusnya ada satu teori umum yang mampu menjelaskan kedua hal tersebut.
Ide penyatuan teori
Sebelum kita masuk pada ide "Penyatuan Teori", ada baiknya kita mengenal dulu interaksi dasar yang mengatur alam semesta. Semua fenomena di alam semesta terjadi karena interaksi antarpartikel. Ada empat interaksi dasar, yaitu elektromagnetik, lemah, kuat, dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik menghasilkan listrik, magnet, dan cahaya. Interaksi lemah menyebabkan peluruhan radioaktif. Dan interaksi kuat mengikat proton-proton dan neutron-neutron dalam inti atom. Mekanika Kuantum dipakai untuk menjelaskan mekanisme tiga interaksi pertama ini. Interaksi terakhir, gravitasi, dijelaskan Teori Relativitas Umum.
Adalah Albert Einstein yang pertama kali mencoba menggabungkan keempat interaksi tersebut dalam sebuah teori umum yaitu "Teori Segalanya" (Theory of Everything). Pertama, dia mencoba menggabungkan interaksi gravitasi dengan elektromagnetik, karena secara matematika kedua interaksi ini memiliki sifat sama yaitu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Einstein menghabiskan lebih dari 30 tahun sisa hidupnya berkutat pada masalah ini, namun dia gagal.
Mimpi Einstein tetap hidup. Idenya adalah alam semesta ini seharusnya bisa dijelaskan satu teori tunggal, yang berlaku baik pada dunia makro maupun mikro. Para ilmuwan dari berbagai kalangan terus memburu teori tunggal ini. Mereka percaya, teori ini adalah kunci utama memahami alam semesta sesungguhnya bekerja. Inilah isu utama di kalangan para fisika teoritis.
Sejauh ini, ada dua kandidat utama sebagai "Teori Segalanya", yaitu Model Baku (Standard Model), dan Teori Dawai (String Theory). Artikel ini memberikan gambaran singkat bagaimana dua teori ini menggapai "Teori Segalanya".
Model baku
"Model Baku" memiliki sejarah yang panjang. Ratusan fisikawan berkontribusi dan ribuan eksperimen terlibat untuk mencari sebuah model untuk menjelaskan semua fenomena. "Model Baku" pertama kali diperkenalkan trio Nobel Fisika 1979, Sheldom Glashow, Abdus Salam, dan Steven Weinberg. Disebut "Model Baku" karena teori penyusunnya didukung hasil eksperimen. "Model Baku" sejauh ini adalah pemodelan untuk menyatukan tiga interaksi dunia mikro.
Ide utama "Model Baku" adalah menganggap partikel dasar pembentuk materi (quark dan lepton) adalah sebagai partikel titik. Partikel titik ini berinteraksi dengan partikel titik lain dan saling menukarkan sebuah partikel khusus yang disebut partikel pengantar interaksi (exchange particle). Satu partikel pengantar hanya bekerja khusus pada satu interaksi saja.
Para eksperimentalis sudah menemukan partikel pengantar untuk masing-masing interaksi. Foton untuk interaksi elektromagnetik, W dan Z untuk interaksi lemah, dan gluon untuk interaksi kuat. Satu partikel pengantar yang masih dalam prediksi teori adalah graviton untuk interaksi gravitasi.
Penemuan partikel pengantar ini adalah kunci dari penggabungan teori. Alasannya, pada tingkat energi tertentu maka partikel pengantar pada masing-masing interaksi bersatu dan tidak bisa dibedakan.
Glashow, Salam, dan Weinberg sudah berhasil membuktikan hal ini. Mereka menggabungkan interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah dalam satu Teori Elektrolemah (Electroweak Theory). Tugas selanjutnya adalah menyatukan interaksi kuat bersama interaksi elektrolemah dalam satu teori, "Teori Unifikasi Agung" (Grand Unified Theory).
"Teori Unifikasi Agung" bukanlah masalah gampang karena ada satu sarat yang model ini belum buktikan, yaitu partikel supersimetri. Partikel supersimetri adalah partikel bayangan dari partikel pengantar interaksi. Satu partikel pengantar interaksi memiliki satu partikel supersimetri.
Kalau "Teori Unifikasi Agung" bisa tercapai, selanjutnya tugas yang tak kalah berat adalah mengawinkan dengan interaksi gravitasi dalam satu aturan: Kuantum-Gravitasi. Kendala selanjutnya adalah graviton yang belum ditemukan.
Saat ini "Model Baku" bekerja pada jalur utama fisika partikel dalam menguak rahasia alam semesta. Alasannya karena banyak prediksi teoretis dengan "Model Baku" terbukti secara eksperimental. Kini para eksperimentalis dari berbagai belahan dunia bekerja untuk membuktikan prediksi terbesar dari "Model Baku" ini, Teori Unifikasi Agung dan Kuantum-Gravitasi.
Teori dawai
Teori ini lahir tanpa sengaja pada akhir tahun 60-an, ketika Leonard Susskind dari Stanford University menguraikan persamaan matematika Gabriele Veneziano (Itali) untuk interaksi kuat. Susskind melihat, persamaan tersebut menjelaskan partikel titik dalam Model Baku (quark dan lepton) dan partikel pembawa interaksi memiliki struktur internal, yaitu dawai energi yang bergetar. Dawai tersebut berosilasi, merenggang dan merapat, memutar dan memuntir. Perbedaan frekuensi osilasi pada dawai akan memberikan karakter unik pada partikel tersebut, seperti massa (mass) dan muatan (charge).
Ide Teori Dawai ini berkembang pesat di awal 80-an, setelah Michael Greene dan John Schwarz memperbaiki matematika Teori Dawai. Karya mereka menunjukkan, Teori Dawai mengarah pada penyatuan fenomena mikroskopik dan makroskopik.
Fisika kita sekarang hanya sanggup untuk mengerti "Bagaimana alam bekerja", tapi tidak sanggup menjawab, "Kenapa alam bekerja seperti demikian". "Teori Segalanya" menjanjikan penyatuan semua fenomena alam dalam satu teori umum, memberi jawaban "kenapa alam bekerja demikian". Tidak hanya sampai di sana, misteri awal kelahiran alam semesta pun bisa dilacak.
Kita sebenarnya adalah saksi sejarah pencarian intelektual "what is behind God's mind" tentang alam semesta ini. Akankah mimpi panjang Einstein ini akan berakhir pada suatu kesimpulan? Akankah "Teori Segalanya" menjadi akhir dari Fisika? Ataukah Tuhan sudah menyiapkan sesuatu di balik itu? Wallahu'alam.
Gambar :
1. Konsep Ruang-waktu dalam Teori Relativitas Umum. Massa mempengaruhi bentuk kontur dimensi ruang-waktu, dan bentuk kontur dimensi ruang-waktu mempengaruhi massa untuk bergerak.
2. Konsep Model Baku.
3. Teori penyatuan interaksi fundamental dalam dalam skenario Dentuman Besar.
4. Ide dasar Teori Dawai. Atom terdiri dari elektron dan inti. Inti terdiri dari proton dan netron. Proton dan netron terdiri dari quark. Elektron dan quark terbuat dari STRING!
5. Dimensi ke-5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Seorang akrobat hanya bisa merasakan seutas tali yang dilewatinya sebagai 1 dimensi: bergerak maju-mundur. Namun seekor semut yang kecil bisa berjalan maju-mundur dan kiri-kanan (memutari tali). Jadi semut merasakan sesungguhnya tali tersebut 2 dimensi. Dimensi baru ini bisa dikembangkan sampai 6. Sehingga total dimensi kita adalah: 1 dimensi waktu + 3 dimensi ruang + 6 dimensi tambahan = 10 dimensi.

Inspirasi Qois dan Laila

Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”
Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”
Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.
Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.
Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-”Sang Malam”. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun.
Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.
Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu pada masyarakat sekitar.
Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, ” Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!”
Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat.
Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.
Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.
Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.
Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.
Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.
Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah
Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan lupa waktu.
Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila, maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya.
Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Laila, bahkan dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan
bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar.
Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun
disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu
“Cinta dan Kekayaan”.
Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku, akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”
Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu anaknya adalah teladan utama bagi awan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,”
pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.”
Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu, gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa
mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai
kesamaan dengan yang dimiliki Laila.
Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya,
Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha
mengelabuinya.
Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini.
Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah, tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal
saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya.
Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal
direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya.
Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan bumi.
Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya
compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.
Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya
dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas itu.
Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang
musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.
Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan
bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya.
Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar
Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami,” jerit sang ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta.” Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka.
Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya.
Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam
potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.
Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya
melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan
kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.
Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Kaetika Amr kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau terluka.
Ketika pasukan ‘Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin
membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.
Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.
Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun, ‘Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.
Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui perkawinan itu. Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.
Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa
Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.
Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut
menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan
ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah menjadi semakin lebih dalam lagi.
Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku,
sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil namamu, Laila”.
Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian
lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu” . “Kini, aku harus
menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?.
Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat
binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.
Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang sanggup mengusik dan mengganggunya. Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar dengan Laila.
Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama dirindukannya.
Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya
sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam.
Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.
Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri
selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar
kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.
Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama
setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini bersatu kembali.
Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan mendudukkannya disisi-Nya. Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku?”
Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya, “Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri.”